Kamis, 05 November 2009

Prospek Ekonomi KIB II

Kita di Indonesia selalu berharap tinggi kepada pemerintah baru, juga kepada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang belum lama dilantik.

Kehidupan yang berat, dengan 32,5 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (pengeluaran di bawah Rp200 ribu per bulan) dan pengangguran sebesar 9,2 juta (termasuk di dalamnya orang yang bekerja satu jam dalam satu minggu tanpa dapat gaji, tetapi bekerja untuk suatu kegiatan ekonomi), sehingga dapat dibayangkan bahwa yang bekerja ataupun dikategorikan tidak miskin pun sebenarnya belum tentu hidupnya layak.

Oleh karena itu, dapat dimengerti jika kita berharap banyak kepada otoritas ekonomi yang baru saja terbentuk meskipun respons masyarakat ataupun pasar terhadap tim ekonomi tampaknya tidak positif. Demikian juga National Summit yang telah digelar 29 November lalu diharapkan dapat mendongkrak kepercayaan masyarakat dan pelaku pasar pada masa depan ekonomi Indonesia yang rontok karena penangkapan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang merupakan Wakil Ketua KPK nonaktif.

Meskipun penangkapan tersebut adalah kasus hukum,persepsi adanya ketidakpastianhukum tentu saja akan membawa dampak yang serius pada perekonomian. Sebab salah satu prasyarat penting bagi berkembangnya bisnis dan investasi adalah adanya jaminan kepastian hukum sehingga munculnya kasus itu telah membuat optimisme menguap lagi. Apalagi masalah korupsi hingga sekarang masih mengakar kuat sehingga jika pemerintah tidak dapat menangani dengan baik perseteruan Polri dan KPK, dampak negatifnya akan besar sekali.

Masalah dan Tantangan

Seperti yang kita ketahui dari National Summit, masalah yang dihadapi ekonomi Indonesia tampaknya tidak banyak bergeser. Masalah-masalah struktural seperti buruknya infrastruktur, kepastian hukum, mahalnya dana, masalah tanah, ketenagakerjaan ataupun otonomi daerah masih saja dikeluhkan dunia usaha.

Dapat kita lihat bahwa masalah-masalah yang dikemukakan oleh berbagai pemangku kepentingan tersebut adalah masalah struktural kita yang tidak pernah dapat diurai dengan baik sampai sekarang.Hal itu membuat Indonesia sulit untuk mencapai potensi pertumbuhan ekonominya dan kualitas pembangunan ekonomi juga rendah serta cenderung memburuk. Lihat saja deindustrialisasi ataupun informalisasi kegiatan ekonomi terus berlangsung, sehingga kegiatan ekonomi ataupun kesempatan kerja yang banyak tercipta adalah sektor informal.

Lebih dari 50 juta unit usaha adalah usaha mikro (sektor informal) atau usaha kecil. Demikian juga lapangan kerja yang tercipta mayoritas adalah di sektor informal. Sementara modal asing yang masuk sebagian besar dalam bentuk portofolio yang menyimpan kerawanan serius. Bahkan peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia di dunia juga menurun dari peringkat ke-109 menjadi 111 (data 2009), padahal tahun 2005 berada pada posisi ke- 105 sehingga secara umum memang kualitas pembangunan manusia Indonesia menurun.

Masalah deindustrialisasi bila tidak dapat dibalik dengan cepat akan semakin membuat ekonomi Indonesia terpuruk. Ada kecenderungan semakin banyak industrialis Indonesia yang lebih memilihmenjadi pedagang daripada berproduksi (penelitian Pusat Studi Asia Pasifik 2007). Jika tren ini tidak dapat dihentikan, bahkan dibalik, masa depan ekonomi kita akan semakin buruk kualitasnya.

Ketakutan bahwa Indonesia hanya akan menjadi pasar produk industri negara lain bisa menjadi kenyataan sehingga pemerintah yang berkomitmen untuk mulai membangun lagi sektor industri dan ekonomi yang berkualitas diharapkan berhasil. Sebab, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak cukup hanya dilihat dari datadata kuantitas, perlu ada perbaikan kualitas. Pembangunan ekonomi yang berkualitas sudah bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia, tetapi menjadi keharusan.

Sebab, pembukaan pasar, khususnya di ASEAN dan mitra-mitra ASEAN seperti China,Korea Selatan, dan Jepang, membuat Indonesia tidak memiliki pilihan jika ingin maju dan makmur, selain harus meningkatkan kualitas pembangunan ekonominya. Dengan pasar yang semakin liberal dan terintegrasi dengan pasar global,ancaman bahwa deindustrialisasi akan semakin meningkat semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar