Kamis, 05 November 2009

Cita Rasa Kopi Flores Disukai Konsumen

Kopi yang dihasilkan para petani di Pulau Flores, NTT sudah menembus pasar dunia. Cita rasa kopi flores disukai oleh konsumen di luar negeri. Salah satu contoh, kopi Arabika Flores Bajawa (AFB), terpilih sebagai kopi terbaik dunia dengan cita rasa paling nikmat.


Hal itu disampaikan Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Propinsi NTT, Simon S Tokan, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4/11/2009) siang.

Tokan mengatakan, terkenalnya kopi flores di pasar dunia, sudah cukup lama. Meski kopi tersebut bukan diekspor dari pelabuhan yang ada di NTT, tetapi dunia telah mengenal komoditi ini.

Selama ini, lanjut Tokan, kopi flores diekspor melalui beberapa pelabuhan besar di Indonesia. Kopi itu diekspor setelah ada surat pemberitahuan ekspor kopi (SPEK) dari Disperindag NTT.

Berdasarkan SPEK itu, jelas Tokan, Bea dan Cukai di pelabuhan ekspor menerbitkan pemberitahuan ekspor barang (PEB). Mengingat PEB dikeluarkan Bea dan Cukai di pelabuhan pemberangkatan barang, maka Disperindag NTT tidak mengetahui volume ekspor kopi flores tersebut.

Dia menyebutkan, sejauh yang diketahui, ada dua eksportir yang biasa mengekspor kopi flores. Pertama, CV Sumba Subur di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Eksportir ini mengirim kopi flores melalui Pelabuhan Tanjuk Perak-Surabaya, Jawa Timur. Owner perusahaan tersebut berdomisili di Surabaya.

Kedua, PT Taman Delta Indonesia, berpusat di Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Pada tahun 2009 ini, perusahaan tersebut telah mengekspor 303,9 ton. Kopi flores itu dikirim ke Amerika Serikat (AS), negara-negara Uni Eropa, Jepang dan Taiwan.

Baru-baru ini, kata Tokan, dalam suatu acara di Jakarta yang dihadiri oleh 'duta-duta kopi' dari negara-negara di dunia, sampel kopi AFB juga diikutsertakan. Setelah melewati tahap penjurian yang sangat ketat, AFB akhirnya terpilih sebagai kopi dengan cita rasa paling baik di dunia.

"Jadi, itu sudah menyangkut cita rasa kopi. Dan, cita rasa itu, beda dengan kualitas. Kalau soal kualitas, itu menyangkut besarnya biji kopi, keutuhan biji, kadar air, flek- flek pada biji kopi dan lainnya. Tapi kalau menyangkut cita rasa, maka itu sudah pada tingkatan yang lebih tinggi," ujarnya.

Karena itu, kata Tokan, pihaknya meminta para petani dan instansi teknis di kabupaten/kota agar terus mendorong masyarakat membudidayakan tanaman tersebut. Jika budidaya tanaman perkebunan itu dilakukan secara baik, penanganan pasca panen pun demikian, maka kopi flores akan terus merebut perhatian dunia.

Secara terpisah, Kepala Seksi (Kasie) Bina Pasar dan Distribusi, Disperindag NTT, Ingrith Hawula, mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki, volume perdagangan antarpulau kopi di NTT menurun. Pada tahun 2007, lanjut dia, volume antarpulau kopi ke Surabaya, Jatim dan Makassar, Sulawesi Selatan, sebanyak 5.868 ton, dengan nilai Rp 42.836.400.000,00. Tahun 2008, volume penjualannya 2.227 ton. Nilai dari volume kopi yang diantarpulaukan itu hanya tercatat Rp 55.675.000,00.

Sedangkan volume antarpulau kopi pada tahun 2009 ini, belum ada. "Datanya belum dikirim dari kabupaten/kota. Makanya, kami juga belum tahu seperti apa volume perdagangan kopi antarpulau ini," ujarnya.

Dia menyebutkan, kopi dari NTT itu biasanya diantarpulaukan ke Jawa dan Sulawesi. Setelah tiba di pelabuhan tujuan, kopi tersebut umumnya diekspor.

Produksi AFB Naik
Pada tahun 2009 ini, produksi kopi AFB naik 30 persen. Volume ekspor kopi AFB tahun ini sebanyak 128,4 ton. Sedangkan tahun 2008, volume ekspor kopi itu sebanyak 51,2 ton.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Ngada, Ir. Bernard F Burah, melalui Kepala Bidang Perkebunan, Ir. Fabianus Pesek, dan Kasie Pemgolahan dan Pemasaran Hasil Produksi, Edeltrudis Ngole, S.P, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4/11/2009) siang.

Fabianus mengatakan, setiap tahun kopi AFB mengalami peningkatan, baik dalam volume produksi, luas area, penambahan unit pengolahan hasil (UPH) maupun harga ekspor. Pada tahun 2005 saat pertama kali ekspor ke Amerika, volume ekspornya 14,8 ton. Harga saat itu Rp 17.500,00/kg. Kopi itu diolah oleh dua UPH, yakni UPH Suka Maju dan Famasa.

Dalam perkembangannya, lanjut Pesek, pada tahun 2009 ini, kopi AFB ini telah diolah oleh mengalami 12 UPH yang tersebar di Kecamatan Bajawa dan Golewa. Harga kopi ini naik menjadi Rp 27.000,00/kg. Luas areal kopi AFB itu sudah mencapai 6.014 hektar.

Pesek menjelaskan, harga kopi yang dibeli UPH dari petani, juga sudah mengalami kenaikan yang cukup siginifikan. Pada tahun pertama, harga kopi itu berkisar Rp 800 - Rp 1.000,00/kg gelondong merah. Saat ini, harganya mencapai Rp 3.300,00/kg gelondong merah.

Menurut dia, kopi yang diekspor ke Amerika itu, melalui eksportir Mitra Indocom Sidoarjo. Kopi itu diekspor dalam bentuk Ose (biji kopi kering siap pakai). Pengemasan dilakukan setelah kopi AFB tiba di negara tujuan, Amerika Serikat.

Menyinggung tentang produski untuk kebutuhan lokal, Pesek menyebutkan, dimanfaatkan dari hasil rambangan saat kopi diolah untuk kepentingan ekspor. Cita rasa kopi hasil rambangan itu, tidak kalah dengan yang diekspor. Sebab, pengolahan kopi itu sesuai Standar Operasional Produksi (SOP).

Tahun 2010, kopi AFB untuk Bajawa dibuat dalam kemasan sendiri.Kopi itu dipasarkan untuk wilayah Ngada dan sekitarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas P3, Ir. Bernard F Burah, saat dihubungi melalui ponsel, mengatakan, kopi arabika itu jenis S-795. Saat ini, pihaknya telah bekerja sama dengan perusahaan sertifikasi nasional, untuk pengajuan hak paten kopi AFB menjadi milik petani Ngada.

Menurut rencana, dalam tahun ini, perusahaan sertifikasi akan langsung turun ke lokasi guna melakukan identifikasi dan verifikasi. Dia berharap, proses sertifikasi itu segera rampung, sehingga tahun 2010 nanti bisa diajukan ke Departemen Hukum dan Ham Indonesia untuk mendapatkan hal paten. (kro/dd)


Perkembangan Kopi AFB

---------------------------------------------------------
Tahun ! Produksi ! Harga/Kg !
----------------------------------------------------------
2005 ! 14,8 ton ! Rp 17.500,00 !
2006 ! 19,6 ton ! Rp 18.000,00 !
2007 ! 70,6 ton ! Rp 20.500,00 !
2008 ! 51,2 ton ! Rp 24.500,00 !
2009 ! 128,4 ton ! Rp 27.000,00 !
--------------------------------------------------------
Sumber: Dinas P3 Ngada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar