Kamis, 05 November 2009

Struktur Tim Tanggap Darurat Segera Dibentuk

SURABAYA - Siapa pun tidak bisa meramalkan kapan bencana alam melanda satu tempat. Namun, tim tanggap darurat RSUD dr Soetomo punya impian agar bisa secepatnya memberikan bantuan kepada korban yang tertimpa musibah tersebut.

Selama ini, karena kesulitan dana, tim tersebut tidak pernah bisa mendatangi daerah yang tertimpa musibah dengan segera. "Selalu dua atau tiga hari. Kecuali di Jogja (gempa 27 Mei 2006, Red) yang bisa langsung," kata Kepala Instalasi Rawat Darurat (IRD) dr Urip Murtedjo SpB KL kemarin (19/10).

Menurut organisasi kesehatan PBB World Health Organization (WHO), tiga hari setelah bencana sebetulnya bukanlah ukuran terlambat untuk datangnya bantuan. Hanya, tim tanggap darurat berharap bisa lebih cepat dari itu.

Setelah dua pekan melaksanakan tugas, tim kedua gempa Sumatera Barat telah tiba kembali di Surabaya Sabtu (17/10). Mereka beranggota dokter anestesi, dokter ortopedi, dokter Brigade Siaga Bencana (BSB), dokter bedah umum, serta perawat. Tim yang diketuai dr Bambang Pujo Semedi Sp An itu melakukan 47 operasi. Sebagian besar adalah operasi bedah ortopedi.

Berdasar pengalaman pemberangkatan tim tersebut, pengadaan pengangkutan menuju lokasi menjadi salah satu kendala. "Kita kalah cepat dengan tim medis yang berangkat dari Jakarta. Sebab, tim di sana bisa menggunakan pesawat Hercules," ujar Urip.

Untuk mempercepat lajunya bantuan pada waktu mendatang, dokter berusia 58 tahun itu akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Terutama yang bisa menyediakan jaringan transportasi udara, seperti maskapai penerbangan. Sebagai langkah awal, dia akan membentuk tim tanggap darurat secara struktural. Mereka yang terpilih adalah yang berpengalaman terjun ke lokasi bencana. "Di situ nanti ada jabatan ketua, wakil, sekretaris, bendahara dan seterusnya," ujar dokter spesialis bedah kepala leher itu.

Tim tanggap bencana umumnya terdiri atas dokter anestesi, dokter ortopedi, dokter bedah umum, dokter BSB, perawat, dokter bedah plastik, dan dokter rehab medik. Jumlahnya disesuaikan dengan kondisi bencana. "Misalnya, terjadi bencana gempa, kita pasti mengikutkan dokter ortopedi. Sebab, banyak korban yang menderita patah tulang," imbuhnya. Namun, jika bencana kebakaran besar, seperti bom Bali, akan dikirim dokter bedah plastik untuk menangani korban luka bakar.

Tim tanggap bencana tersebut akan mencari dana reguler yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi bencana nasional. Dana reguler itu berfungsi untuk mempercepat respons.

Dana mandiri tersebut hanya sebagai dana talangan. Sebab, selama ada laporan pertanggungjawaban, dana itu akan diganti oleh pemerintah provinsi berdasar anggaran bencana yang terangkum dalam APBD. "Ketika dana itu sudah diganti, langsung dimasukkan kas simpanan lagi," kata Urip.

Menurut Urip, dana reguler tersebut bisa berfungsi sebagai dana darurat. "Ketika akan menolong korban bencana, kita tidak perlu kerepotan menunggu pencairan dana dari pemerintah. Sebab, kita punya dana mandiri yang bisa digunakan terlebih dahulu," paparnya. (dra/ken/ayi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar